Sunday, December 2, 2012
Saturday, December 1, 2012
Saturday, November 17, 2012
“Tahun Baru disambut Banjir”
Ini adalah poto
tanggal 04 januari 2012, saat itu aku baru pulang dari Kota Kinabalu menjemput
Istriku tercinta yang datang pada tanggal 24 Desember 2011 dari Indonesia
bersama-sama dengan istrinya kang Diliawan. Kami tinggal dulu di Kota kinabalu
sambil mengambil Passportku ternyata passport tak kunjung selesai, katanya
tanggal 27 sudah selesai tapi malah molor sampai tanggal 29 Desember. Akhirnya
kami terpaksa tinggal di hotel selama beberapa hari sehingga menghabiskan jatah
uang makan kami untuk liburan dipakai untuk bayar hotel. Sampai 4 kali ganti
tempat tinggal dan hotel. Istriku datang malam jum’at jam 01.30 di airport
terminal B aku menjemputnya memakai taxi bersama kang dili. Rasanya senang
sekali karena dijenguk oleh istri tercinta, rencananya sampai tanggal 19
januari 2012 beliau tinggal menemaniku di Sabah ini. Pada awalnya saya sempat
bingung mau di hotel mana tinggal, tapi ternyata guru-guru SIKK sedang pada
pulang ke Indonesia mengisi liburan akhir tahun. Aku diberi tahu bahwa rumah
pak teguh boleh di tempati, kuncinya ada di kang dili. Katanya pak teguh sudah
menyerahkan dan menitipkan rumahnya ke beliau dan boleh di tempati oleh para
guru yang datang ke Kota Kinabalu. Jadi untuk malam itu kami tidur selama dua
malam di rumahnya pak teguh samapai tanggal 26 karena pada tanggal 27 nya akan
di isi oleh saudaranya pak teguh yang sedang berlibur di kinabalu mereka datang
dari semenanjung katanya. Malam selanjutnya aku dan istriku mencari hotel di
kampong air. Pada awalnya kami tinggal di Park Hotel. Harganya cukup terjangkau
tyetapi agak mahal kalau disbanding tabin Lodge. Waktu itu kami tinggal selama
2 malam dengan harga RM 69 per malam. Malam selanjutnya kami pindah ke Hotel
Kinabalu dan yang terakhir kami menginap di Hotel Diamond.
Pada tanggal 31
Desember 2011 kami diundang oleh Ibu Konjend dalam acara muhasabah akhir tahun
dan menyambut tahun baru 2012, guru-guru yang ada di Kota Kinabalu pada datang
semua, aku dan mas suwandi yang berasal dari Kinabatangan. Mas Suwandi
berliburan di Keningau bersama mas Nurraohman sejak tanggal 24 Desember 2011.
Sedangkan aku pergi ke Kota Kinabalu untuk menjemput istri. Malam tahun baru
diisi dengan kegiatan silaturrahim dan memanjatkan do’a bersama serta saling
bercerita tentang masa-masa terbaru di sabah. Selain itu teman-teman banyak
yang karokean sampai jam 4 pagi. Tanggal 1 Januari 2012 saya,istri dan mas
suwandi pulang kembali ke Kinabatangan karena tanggal 3 januari sekolah sudah
masuk lagi. Kami menginap sehari di tabin Lodge. Hampir setiap hari hujan turun
dengan deras sejak bulan oktober 2011 sampai bulan januari hujan semakin deras,
ketika kami pulang ke ladang tanggal 2 jaunuari diperjalanan kami terhambat
dengan air meluap samapai ke jalan. Sehingga banyak kendaraan yang mengantri
melintasi air tersebut, karena airnya cukup tinggi dan deras jadi mereka
berhati-hati agar tidak terbawa hanyut. Ada sebagian pengendara berputar balik
karena takut terbawa hanyut sama air yang mengalir dengan deras. Terutama
mobil-mobil yang berukuran kecil seperti Kancil dan perodua tidak bisa lewat
sama sekali. Bang hasan pengemudi bas yang kami naiki agak ragu-ragu melintasi
banjir tersebut akhirnya kami menunggu sebentar, namun setelah melihat ada
kendaraan yang bisa melewati area tersebut banghasan pun menghidupkan kembali
mesin basnya, dia langsung menancap gas dan berusaha hati-hati melewati banjir
tersebut. Saya merasakan derasnya air yang menerjang ban mobil, mobil tersebut
serasa berjalan ke samping sehingga kami sangat khawatir dan waspada
kalau-kalau basnya terjungkir dan terbawa hanyut. Namuin akhirnya kami bisa
melewati air tersebut dengan lega dan bang hasan pun menacap gas lebih cepat
lagi, waktu itu sekitar jam 13.30 hujan kembali turun dengan deras ladang sawit
terlihat kurang jelas karena terhalangi oleh air hujan yang turun. Setelah sekitar
20 menit melewati daerah banjir kami melihat kerumunan orang banyak di pinggir
jalan semua pengendara menepi ke sebelah kiri jalan dan dari arah berlawanan
menepi ke sebelah kanan jalan. Karena penasaran dengan apa yang terjadi bang
Hassan pun menepikan basnya ke sebalah kiri namun agak jauh dari kerumunan
orang tersebut karena sudah banyak yang berhenti disitu. Kami semua yang ada
didalam bus segera menghambur keluar, semua penasaran dengan apa yang terjadi.
Hujan mulai gerimis tidak terlalu deras sehingga kami bisa mengahmpiri dan
bertanya kepada orang yang terlebih dulu datang ke lokasi tersebut. Menurut
beberapa orang yang disana bahwa telah terjadi kecelakaan ketika hujan besar
tadi, ada sebuah mobil perodua dari arah Lahad datu menghindari tabrakan dengan
kendaraan yang berlawanan dari arah sandakan, mobil perodua tersebut
menghindari tabrakan dengan membanting setir kearah kanan namun naas ternyata
disambut air sungai yang sedang meluap sangat deras memasuki saluaran air kebawah jalan. Sehingga
mobil tersebut terbawa arus masuk ke saluran air tersebut. Pada awalnya semua
orang mengira bahwa mobil tersebut masih ada di saluran air terjepit diantara
lubang-lubag air yang dipisahkan oleh pembatas air. Namun ternyata setelah
sekitar jam 4 sore mobil tersebut ditemukan sudah jauh melewati jalan, hanyut
terbawa air samapai ke blok ladang sawit.
Memang kelapa
sawit di sekitar tempat kejadian masih pendek mungkin baru berumur 3-4 tahunan.
Sehingga apa-apa yang terlihat dibawahnya tertutup daun sawit yang cukup lebat. Menurut cerita orang
didalam mobil tersebut terdapat satu keluarga yang sudah berlibur dari semporna
ada 3 orang anak yang masih kecil-kecil dan kedua orang tuanya. Pertama kali
ditemukan oleh tim sar hanya terlihat tangan ibunya yang keluar melambai-lambai
terhanyut air. Mereka tidak bisa keluar karena mungkin air yang menerjang
mereka sangat deras.
Kami tidak
mengikuti perkembangan tim sar tersebut sampai korban kecelakaan tersebut
ditemukan, karena hujan mulai turun kembali saat itu. Kami memutuskan untuk
pulang ke ladang, namun ternyata setelah samapai di Melewar 1 bas berputar
balik karena air di jalan menuju ke Asia semakin tinggi dan harus melewati
jembatan dan sungai. Setelah berdiskusi antara bang hasan dan bang slamet
akhirnya diputuskan untuk mencari jalan lain. Kami kembali ke jalan raya dan
melewati tempat kejadian bencana sampai mendekati jalan yang tergenang banjir
tadi, airnya semakin deras dan meninggi. Bag Hassan membelokan bansnya kea rah
kiri dan mengambil jalan masuk ke sebuah ladang yang aku tidak tahu namannya,
mungkin hanya bang Hassan dan bang slamet saja yang hapal jalananya. Katanya
mereka pernah melewati ladang tersebut untuk menuju Ladang asia. Di Awal masuk
jalannya menanjak sehingga kami semua sangat khawatir karena jalananya sangat
licin dan berbatu, istriku memegang tanganku erat-erat karena dia merasa
khawatir akan terjadi sesuatu yang terjadi seperti yang dialami mobil perodua
tadi. Hari semakin gelap ditambah hujan yang terus turun kadang-kadang berhenti
sebentar lalu turun lagi, ada kalanya gerimis namun tiba-tiba sangat deras.
“Luar biasa,
hutan hujan tropis ini” pikiranku melayang sambil melihat-lihat ke arah luar
bas. Terlihat tanah di blok sawit tergenang air, tetapi tidak sampai naik ke
jalan. Sehingga bas pun terus melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi
melintasi ladang kelapa sawit yang bagaikan labirin tak berujung, memasuki
ruang-ruang gelap ladang kelapa sawit yang mungkin sudah berumur 20 tahun
lebih, dan menurut para pekerja ladang bahwa yang menanam kelapa sawit tersebut
adalah orang-orang Indonesia dari mulai menggarap lahan, menebang hutan dan
membersihkanya, rakyat Indonesialah yang mengerjakannya. Tiba-tiba bas berhenti
mendadak bang Hassan menginjakan rem bas nya dengan tiba-tiba sehingga mobil
bas tersebut berjalan agak miring, semua penumpang sangat kaget dan ketakutan
termasuk aku dan istriku karena bang hasan berhentinya di jalan yang menurun
tajam. Jalan yang sudah lecak dan berbatu tidak ada pilihan untuk menginjakan
ban mobil, di sebelah kanan terlihat lereng yang curam dan gelap
“sungguh mengerikan”.
Bang hasan
menarik nafas dan mencoba menghidupkan mobilnya kembali lalu mengoper gigi dari
nol ke gigi satu. Mobil mulai berjalan perlahan bang hasan mengemudikannya
dengan sanagat hati-hati, meskipun berjalannya terasa miring akhirnya bas
sampai di jalan yang rata. Bas pun melaju kembali dengan cepat, sesekali
terlihat biawak dan burung bangau sedang mencari makan, suara serangga
penyambut malam terdengar jelas beriringan dengan suara mobil membentuk suatu
harmoni yang alami namun menambah kekhawatiran dan membuat perasaan resah. Tak
banyak yang bisa dilakukan selain berdoa dan pasrah menghadapi perjalanan ini.
Setelah satu jam perjalanan di ladang yang tidak diketahui namanya ini akhirnya
ternyata kami keluar di perkampungan yang sudah mendekati gate Pahang 2,
tepatnya kami keluar dari simpang menuju ladang Tabaco. Tetapi tidak jauh dari
simpang tersebut air mengalir dari blok sebelah kiri ke sebelah kanan melewati
jalan yang akan kami lewati, airnya cukup tinggi tapi tidak terlalu deras. Bang
slamet turun mengecek kedalaman air terlihat dia menaikan celannya sam,api
lutut ternyata air mencapai dibaswah lutut. Maka bang hasan pun mengatakan
bahwa ia masih bisa melewati air tersebut, bas terus melaju menerjang air yang
mengalir mencipratkan air cukup tinggi samapi terlihat melewati kaca mobil.
Tiba di gate
Pahang dua, bas berhenti sejenak, bang hasan terlihat berbincang-bincang dengan
penjaga gate dan terdengar mereka berbicara tentang kemalangan yang telah
terjadi tadi siang. Setelah melapor akhirnya kami berangkat melanjutkan
perjalanan. Setelah melewati Pahang 2 estate kami tercegat air yang mengalir
melintasi jalan jalan terlihat terkikis dan tererosi oleh air yang begitu
deras. Bang slamet pun akhirnya terpaksa turun kembali mengecek kedalaman air,
hari mulai malam suara binatang mulai terdengar sayup-sayup menambah suasana
gelap di tengah-tengah ladang. Ternyata air sangat tinggi hingga melintasi
lutut bang slamet, terlihat dia menyingkapkan celana ¾ nya dengan kedua
tanganya sampai pahanya yang putih dan berbulu terlihat meski dari kejauhan.
Dia memberikan isyarat dengan kepalnay sambil berteriak bahwa airnya sangat
tinggi dan menyarankan untuk menunggu sampai surut. Akhirnya kami menunggu air sehingga
tidak terlalu tinggi dan bas bisa melintasinya. Sekitar 2 jam kami menunggu air
surut, panas, gerah dan bosan mulai menggeranyami semua penumpang. Ada yang
mengeluh dan merasa bosan. Saat itu terdapat penumpang yang membawa anak yang
baru dua minggu melahirkan dan bayinya tersebut kembar. Laki-laki dua-duanya,
wajahnya sangat lucu dan menggemaskan mereka merupakan pasangan pekerja ladang
cucunya mak cik yang tinggal dekat rumahnya cikgu yati. Kasihan mereka bayi
kembar tersebut terlihat kepanasan dan salah satunya menangis terus. Akhirnya
saya mengusulkan kepada istri untuk mengeluarkan sale* makanan yang terbuat
dari pisang yang di keringkan dijemur dibawah sinar matahari. Kebetulan istri
saya membawa nya dari Indonesia,
“ini ada makanan
dari Indonesia, istri saya yang bawa. Lumayan sambil menunggu surut air” kata
ku sambil tersenyum. Semua pada makan dan sambil bercanda. Terlihat air sudah
mulai menurun, sebagian tanah yang tergenangi kini mulai terlihat meskipun
remang-remang disorot cahaya lampu mobil bas. Akhirnya bang hasan memutuskan
untuk mencoba melintasi air tersebut. Seperti ketika di jalan besar tadi mobil
terasa maju miring karena terdorong arus air yang masih deras. Dan akhirnya
kami pun bisa melintasi air tersebut. Bas melaju terus dengan cepat, dibantu
dengan sinar lampu yang cukup terang, kami bersyukur karena bisa melewati hari
dengan selamat. Sampai di Ladang asia ternyata kawasan rumah tempat aku tinggal
sudah tergenang air tetapi masih rendah “waw banjir” kata ku sambil tersenyum
kepada istriku. “beginilah disini neng, kalau musim hujan sudah mencapai puncak
maka akan terjadi banjir
”aku menjelaskan
dan menunjukan tempat yang biasa aku menelepon ke kampung halaman.
“jauh sekali
yah” kata istriku sambil tersenyum.
“kasihan yah,
neng kesini tuh disambut dengan banjir” he…he.., kataku sambil tertawa kecil.
“biarin aja, gak
apa-apa kok. Kan demi bertemu dengan cinta” kata istriku dengan manja.
“Wah gimana saya
pulang ke Hwa li nich?” kata mas Suwandi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Biasanya gak
bisa limpas cikgu, lebih baik tinggal dulu saja di asia samapai airnya surut
karena tidak ada lori yang mengantar buah kalau banjir. Biasanya lebih parah
juga kalau banjir di Hwa Li.
“Iya mas,
menginap aja dulu di rumahku, kan pak Musnedi juga belum datang dari Indonesia,
katanya beliau nanti tanggal 7 januari datangnya.” Kata ku.
Subscribe to:
Posts (Atom)