Saturday, November 17, 2012

Kota Kinabalu






“Tahun Baru disambut Banjir”

            Ini adalah poto tanggal 04 januari 2012, saat itu aku baru pulang dari Kota Kinabalu menjemput Istriku tercinta yang datang pada tanggal 24 Desember 2011 dari Indonesia bersama-sama dengan istrinya kang Diliawan. Kami tinggal dulu di Kota kinabalu sambil mengambil Passportku ternyata passport tak kunjung selesai, katanya tanggal 27 sudah selesai tapi malah molor sampai tanggal 29 Desember. Akhirnya kami terpaksa tinggal di hotel selama beberapa hari sehingga menghabiskan jatah uang makan kami untuk liburan dipakai untuk bayar hotel. Sampai 4 kali ganti tempat tinggal dan hotel. Istriku datang malam jum’at jam 01.30 di airport terminal B aku menjemputnya memakai taxi bersama kang dili. Rasanya senang sekali karena dijenguk oleh istri tercinta, rencananya sampai tanggal 19 januari 2012 beliau tinggal menemaniku di Sabah ini. Pada awalnya saya sempat bingung mau di hotel mana tinggal, tapi ternyata guru-guru SIKK sedang pada pulang ke Indonesia mengisi liburan akhir tahun. Aku diberi tahu bahwa rumah pak teguh boleh di tempati, kuncinya ada di kang dili. Katanya pak teguh sudah menyerahkan dan menitipkan rumahnya ke beliau dan boleh di tempati oleh para guru yang datang ke Kota Kinabalu. Jadi untuk malam itu kami tidur selama dua malam di rumahnya pak teguh samapai tanggal 26 karena pada tanggal 27 nya akan di isi oleh saudaranya pak teguh yang sedang berlibur di kinabalu mereka datang dari semenanjung katanya. Malam selanjutnya aku dan istriku mencari hotel di kampong air. Pada awalnya kami tinggal di Park Hotel. Harganya cukup terjangkau tyetapi agak mahal kalau disbanding tabin Lodge. Waktu itu kami tinggal selama 2 malam dengan harga RM 69 per malam.  Malam selanjutnya kami pindah ke Hotel Kinabalu dan yang terakhir kami menginap di Hotel Diamond.
Pada tanggal 31 Desember 2011 kami diundang oleh Ibu Konjend dalam acara muhasabah akhir tahun dan menyambut tahun baru 2012, guru-guru yang ada di Kota Kinabalu pada datang semua, aku dan mas suwandi yang berasal dari Kinabatangan. Mas Suwandi berliburan di Keningau bersama mas Nurraohman sejak tanggal 24 Desember 2011. Sedangkan aku pergi ke Kota Kinabalu untuk menjemput istri. Malam tahun baru diisi dengan kegiatan silaturrahim dan memanjatkan do’a bersama serta saling bercerita tentang masa-masa terbaru di sabah. Selain itu teman-teman banyak yang karokean sampai jam 4 pagi. Tanggal 1 Januari 2012 saya,istri dan mas suwandi pulang kembali ke Kinabatangan karena tanggal 3 januari sekolah sudah masuk lagi. Kami menginap sehari di tabin Lodge. Hampir setiap hari hujan turun dengan deras sejak bulan oktober 2011 sampai bulan januari hujan semakin deras, ketika kami pulang ke ladang tanggal 2 jaunuari diperjalanan kami terhambat dengan air meluap samapai ke jalan. Sehingga banyak kendaraan yang mengantri melintasi air tersebut, karena airnya cukup tinggi dan deras jadi mereka berhati-hati agar tidak terbawa hanyut. Ada sebagian pengendara berputar balik karena takut terbawa hanyut sama air yang mengalir dengan deras. Terutama mobil-mobil yang berukuran kecil seperti Kancil dan perodua tidak bisa lewat sama sekali. Bang hasan pengemudi bas yang kami naiki agak ragu-ragu melintasi banjir tersebut akhirnya kami menunggu sebentar, namun setelah melihat ada kendaraan yang bisa melewati area tersebut banghasan pun menghidupkan kembali mesin basnya, dia langsung menancap gas dan berusaha hati-hati melewati banjir tersebut. Saya merasakan derasnya air yang menerjang ban mobil, mobil tersebut serasa berjalan ke samping sehingga kami sangat khawatir dan waspada kalau-kalau basnya terjungkir dan terbawa hanyut. Namuin akhirnya kami bisa melewati air tersebut dengan lega dan bang hasan pun menacap gas lebih cepat lagi, waktu itu sekitar jam 13.30 hujan kembali turun dengan deras ladang sawit terlihat kurang jelas karena terhalangi oleh air hujan yang turun. Setelah sekitar 20 menit melewati daerah banjir kami melihat kerumunan orang banyak di pinggir jalan semua pengendara menepi ke sebelah kiri jalan dan dari arah berlawanan menepi ke sebelah kanan jalan. Karena penasaran dengan apa yang terjadi bang Hassan pun menepikan basnya ke sebalah kiri namun agak jauh dari kerumunan orang tersebut karena sudah banyak yang berhenti disitu. Kami semua yang ada didalam bus segera menghambur keluar, semua penasaran dengan apa yang terjadi. Hujan mulai gerimis tidak terlalu deras sehingga kami bisa mengahmpiri dan bertanya kepada orang yang terlebih dulu datang ke lokasi tersebut. Menurut beberapa orang yang disana bahwa telah terjadi kecelakaan ketika hujan besar tadi, ada sebuah mobil perodua dari arah Lahad datu menghindari tabrakan dengan kendaraan yang berlawanan dari arah sandakan, mobil perodua tersebut menghindari tabrakan dengan membanting setir kearah kanan namun naas ternyata disambut air sungai yang sedang meluap sangat deras  memasuki saluaran air kebawah jalan. Sehingga mobil tersebut terbawa arus masuk ke saluran air tersebut. Pada awalnya semua orang mengira bahwa mobil tersebut masih ada di saluran air terjepit diantara lubang-lubag air yang dipisahkan oleh pembatas air. Namun ternyata setelah sekitar jam 4 sore mobil tersebut ditemukan sudah jauh melewati jalan, hanyut terbawa air samapai ke blok ladang sawit.
Memang kelapa sawit di sekitar tempat kejadian masih pendek mungkin baru berumur 3-4 tahunan. Sehingga apa-apa yang terlihat dibawahnya tertutup daun sawit  yang cukup lebat. Menurut cerita orang didalam mobil tersebut terdapat satu keluarga yang sudah berlibur dari semporna ada 3 orang anak yang masih kecil-kecil dan kedua orang tuanya. Pertama kali ditemukan oleh tim sar hanya terlihat tangan ibunya yang keluar melambai-lambai terhanyut air. Mereka tidak bisa keluar karena mungkin air yang menerjang mereka sangat deras.
Kami tidak mengikuti perkembangan tim sar tersebut sampai korban kecelakaan tersebut ditemukan, karena hujan mulai turun kembali saat itu. Kami memutuskan untuk pulang ke ladang, namun ternyata setelah samapai di Melewar 1 bas berputar balik karena air di jalan menuju ke Asia semakin tinggi dan harus melewati jembatan dan sungai. Setelah berdiskusi antara bang hasan dan bang slamet akhirnya diputuskan untuk mencari jalan lain. Kami kembali ke jalan raya dan melewati tempat kejadian bencana sampai mendekati jalan yang tergenang banjir tadi, airnya semakin deras dan meninggi. Bag Hassan membelokan bansnya kea rah kiri dan mengambil jalan masuk ke sebuah ladang yang aku tidak tahu namannya, mungkin hanya bang Hassan dan bang slamet saja yang hapal jalananya. Katanya mereka pernah melewati ladang tersebut untuk menuju Ladang asia. Di Awal masuk jalannya menanjak sehingga kami semua sangat khawatir karena jalananya sangat licin dan berbatu, istriku memegang tanganku erat-erat karena dia merasa khawatir akan terjadi sesuatu yang terjadi seperti yang dialami mobil perodua tadi. Hari semakin gelap ditambah hujan yang terus turun kadang-kadang berhenti sebentar lalu turun lagi, ada kalanya gerimis namun tiba-tiba sangat deras.
“Luar biasa, hutan hujan tropis ini” pikiranku melayang sambil melihat-lihat ke arah luar bas. Terlihat tanah di blok sawit tergenang air, tetapi tidak sampai naik ke jalan. Sehingga bas pun terus melaju dengan kecepatan yang cukup tinggi melintasi ladang kelapa sawit yang bagaikan labirin tak berujung, memasuki ruang-ruang gelap ladang kelapa sawit yang mungkin sudah berumur 20 tahun lebih, dan menurut para pekerja ladang bahwa yang menanam kelapa sawit tersebut adalah orang-orang Indonesia dari mulai menggarap lahan, menebang hutan dan membersihkanya, rakyat Indonesialah yang mengerjakannya. Tiba-tiba bas berhenti mendadak bang Hassan menginjakan rem bas nya dengan tiba-tiba sehingga mobil bas tersebut berjalan agak miring, semua penumpang sangat kaget dan ketakutan termasuk aku dan istriku karena bang hasan berhentinya di jalan yang menurun tajam. Jalan yang sudah lecak dan berbatu tidak ada pilihan untuk menginjakan ban mobil, di sebelah kanan terlihat lereng yang curam dan gelap 
“sungguh mengerikan”.
Bang hasan menarik nafas dan mencoba menghidupkan mobilnya kembali lalu mengoper gigi dari nol ke gigi satu. Mobil mulai berjalan perlahan bang hasan mengemudikannya dengan sanagat hati-hati, meskipun berjalannya terasa miring akhirnya bas sampai di jalan yang rata. Bas pun melaju kembali dengan cepat, sesekali terlihat biawak dan burung bangau sedang mencari makan, suara serangga penyambut malam terdengar jelas beriringan dengan suara mobil membentuk suatu harmoni yang alami namun menambah kekhawatiran dan membuat perasaan resah. Tak banyak yang bisa dilakukan selain berdoa dan pasrah menghadapi perjalanan ini. Setelah satu jam perjalanan di ladang yang tidak diketahui namanya ini akhirnya ternyata kami keluar di perkampungan yang sudah mendekati gate Pahang 2, tepatnya kami keluar dari simpang menuju ladang Tabaco. Tetapi tidak jauh dari simpang tersebut air mengalir dari blok sebelah kiri ke sebelah kanan melewati jalan yang akan kami lewati, airnya cukup tinggi tapi tidak terlalu deras. Bang slamet turun mengecek kedalaman air terlihat dia menaikan celannya sam,api lutut ternyata air mencapai dibaswah lutut. Maka bang hasan pun mengatakan bahwa ia masih bisa melewati air tersebut, bas terus melaju menerjang air yang mengalir mencipratkan air cukup tinggi samapi terlihat melewati kaca mobil.
Tiba di gate Pahang dua, bas berhenti sejenak, bang hasan terlihat berbincang-bincang dengan penjaga gate dan terdengar mereka berbicara tentang kemalangan yang telah terjadi tadi siang. Setelah melapor akhirnya kami berangkat melanjutkan perjalanan. Setelah melewati Pahang 2 estate kami tercegat air yang mengalir melintasi jalan jalan terlihat terkikis dan tererosi oleh air yang begitu deras. Bang slamet pun akhirnya terpaksa turun kembali mengecek kedalaman air, hari mulai malam suara binatang mulai terdengar sayup-sayup menambah suasana gelap di tengah-tengah ladang. Ternyata air sangat tinggi hingga melintasi lutut bang slamet, terlihat dia menyingkapkan celana ¾ nya dengan kedua tanganya sampai pahanya yang putih dan berbulu terlihat meski dari kejauhan. Dia memberikan isyarat dengan kepalnay sambil berteriak bahwa airnya sangat tinggi dan menyarankan untuk menunggu sampai surut. Akhirnya kami menunggu air sehingga tidak terlalu tinggi dan bas bisa melintasinya. Sekitar 2 jam kami menunggu air surut, panas, gerah dan bosan mulai menggeranyami semua penumpang. Ada yang mengeluh dan merasa bosan. Saat itu terdapat penumpang yang membawa anak yang baru dua minggu melahirkan dan bayinya tersebut kembar. Laki-laki dua-duanya, wajahnya sangat lucu dan menggemaskan mereka merupakan pasangan pekerja ladang cucunya mak cik yang tinggal dekat rumahnya cikgu yati. Kasihan mereka bayi kembar tersebut terlihat kepanasan dan salah satunya menangis terus. Akhirnya saya mengusulkan kepada istri untuk mengeluarkan sale* makanan yang terbuat dari pisang yang di keringkan dijemur dibawah sinar matahari. Kebetulan istri saya membawa nya dari Indonesia,
“ini ada makanan dari Indonesia, istri saya yang bawa. Lumayan sambil menunggu surut air” kata ku sambil tersenyum. Semua pada makan dan sambil bercanda. Terlihat air sudah mulai menurun, sebagian tanah yang tergenangi kini mulai terlihat meskipun remang-remang disorot cahaya lampu mobil bas. Akhirnya bang hasan memutuskan untuk mencoba melintasi air tersebut. Seperti ketika di jalan besar tadi mobil terasa maju miring karena terdorong arus air yang masih deras. Dan akhirnya kami pun bisa melintasi air tersebut. Bas melaju terus dengan cepat, dibantu dengan sinar lampu yang cukup terang, kami bersyukur karena bisa melewati hari dengan selamat. Sampai di Ladang asia ternyata kawasan rumah tempat aku tinggal sudah tergenang air tetapi masih rendah “waw banjir” kata ku sambil tersenyum kepada istriku. “beginilah disini neng, kalau musim hujan sudah mencapai puncak maka akan terjadi banjir
”aku menjelaskan dan menunjukan tempat yang biasa aku menelepon ke kampung halaman.
“jauh sekali yah” kata istriku sambil tersenyum.
“kasihan yah, neng kesini tuh disambut dengan banjir” he…he.., kataku sambil tertawa kecil.
“biarin aja, gak apa-apa kok. Kan demi bertemu dengan cinta” kata istriku dengan manja.
“Wah gimana saya pulang ke Hwa li nich?” kata mas Suwandi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Biasanya gak bisa limpas cikgu, lebih baik tinggal dulu saja di asia samapai airnya surut karena tidak ada lori yang mengantar buah kalau banjir. Biasanya lebih parah juga kalau banjir di Hwa Li.
“Iya mas, menginap aja dulu di rumahku, kan pak Musnedi juga belum datang dari Indonesia, katanya beliau nanti tanggal 7 januari datangnya.” Kata ku.


Ku Jejakan Langakah di Bandar Sri Begawan





















"Perjalanan yang Menantang"

Tiba-tiba aku terbangunkan oleh suara cikgu Budi, “nah, kita sudah mau sampai ini di melewar 1 dekat sudah” kata beliau.
Iya kah” kata mba brigita.
“nah, tuh lihat disini lebih dekat dengan pasar, bisa beli sayur, ikan dan barang-barang lainya” kata cikgu budi.
Wah senangnya”  
Kami semua tertawa dan mba brigita senyum lebar pertanda senang. Aku turut senang karena ia ditempatkan d tempat yang lebih baik dibanding Mba Rita. Beliau juga ditempatkan dirumah dekat stap bersama dengan cikgu dari Humana. Kalau tidak salah dengar cigu budi bilang nama cikgu tersebut adalah cikgu Rahmi.  
Ketika kami sampai di pasar paris cikgu budi membelokan hi-lux merahnya ke sebelah kanan disana ada ada plang besar bertuliskan J.C chang Group melewar Estate. Setelah lima menit kami sampai di Gate pertama melewar kami diperkenalkan dengan security bahwa kami adalah cikgu-cigu Indonesia yang baru. Akhirnya kami sampai di office ladang Melewar 1 melapor terlebih dahulu, mba brigita masuk bersama cikgu budi, aku dan pak musnedi menunggu diluar. Mba brigita diminta menunjukan dokumen-dokumen, salah satunya adalah surat penugasan dari kemendiknas. Setelah dari office kami mengantar mba brigita ke rumah untuk tempat tinggalnya, rumahnya cukup bagus dan layak untuk dihuni. Rumah dengan cat berwarna putih terbuat dari bahan kayu dengan type panggung tinggi, gaya rumah adat ala Kalimantan. Fasilitasnya cukup lengkap ada kulkas, televise dilengkapi astro dan rumahnya tertata. Ada cerita lucu dari rumah ini, ketika diperjalanan cikgu budi berbual bahwa dirumah ini bisa makmur karena dulu ia juga pernah tinggal disini.
Nih, buktinya perutku sebesar ini... he…he…” kata cikgu budi sambil tertawa kecil.  
“Memang kenapa cikgu?”  kata mba brigita.
“setiap hari makan daging” kata cikgu budi.
“Wah senang nya, nanti mba brigita juga bisa mengikuti jejak cikgu budi” kataku sambil tertawa.”
Iya kan ceritanya disini bisa ternak tikus” kata cikgu budi sambil tertawa lebar. Semuanya ketawa.
”Iyalah-iyalah nanti bisa nyate tikus juga” kata mba brigita pasrah dikerjain.
“Buat tikus guling, sop buntut tikus dan lain-lain” kata pak musnedi menambahi sambil tertawa dengan wajahnya yang selalu tersenyum manis.
Akhirnya mba Brigita pun bisa tidur dengan tenang karena tempatnya cukup bagus dan nyaman disana ada seorang gadis kecil yang suka membantu cikgu Rahmi mempersilahkan. Kami pun tidak bisa lama-lama karena waktu semakin cepat menuju sore. Jam di handpone ku menunjukan 16.00, saat itu jalan masih basah karena terkena hujan. Sebentar reda sebentar turun lagi dengan rintik-rintik. Kami pamitan dan mengucapkan selamat berjuang dan semoga betah mengabdi di Melewar 1.
Nanti kalau sudah panen tikus jangan lupa yah bagi-bagi sama teman-teman” cikgu Budi melucu.
“Siip tenang saja, nanti saya sediakan semua makanan dari daging tkus” mba Brigita menanggapi guyonan cikgu Budi.
Selepas mengantar mba Brigita kami bertiga kembali melanjutkan perjalanan.
Perjalanan Masih Panjang” dalam benaku sambil mendesah lirih dan  menarik napas panjang. Entah seperti apa tempatku ditugaskan, kata pak mus tempatnya bagus dan sekolahnya berada diatas bukit.  Selama beberapa lama kami hanya berdiam saja, aku melihat keluar jendela kaca, baru saja kami melintasi fabric pengolahan kelapa sawit Kilang Melewar.
Kata cikgu budi untuk bisa keluar dari asia ada beberapa alternative yang pertama kita bisa naik bas perusahaan dan biayanya RM 12, kalau tidak ada bas atau ketinggalan kita juga bisa naik lori (sejenis truk besar pengangkut kelapa sawit), mobil tangker atau kendaran yang lewat di jalur ini.
“kita akan menuju ke melewar 2 dulu, melihat kondisi cikgu Quina sebelum ke Asia” cikgu budi membuka pembicaraan.
Okelah cikgu kata ku dari belakang.
Karena aku tinggal sendirian saja duduk dibelakang sementara pak mus di depan dengan cikgu budi. Aku kembali melihat-lihat di balik jendela kaca mobil, kulihat hanya pohon-pohon sawit saja, diluar hujan rintik-rintik membasahi jalan tanah sehingga terlihat licin dan lengket. Kami semakin masuk ke tengah hutan sawit, ini bagaikan masuk ke dalam sebuah labirin yang tak berujung.
Sejauh mata memandang sejauh itu pula kulihat hanya daun-daun kelapa sawit
Ketika sedang mendaki ke atas jalan yang berbukit, Tidak kulihat pohon yang lain, hanyalah kelapa sawit yang tampak hijau dan mengkilat daunnya karena terkena air hujan. Pohon kelapa sawit seperti pohon pakis haji kalau di Indonesia atau pohon kurma kalau di daerah gurun, memiliki pohon yang sangat tinggi kalau sudah tua sekitar 15-20 m tingginya. Tapi kalau masih kecil seperti gundukan pohon salak tapi tidak terlalu rapat dahan-dahanya. Pelepahnya memiliki duri yang sangat tajam seperti duri ikan dibagian pangkal. Buahnya kulihat seperti buah kurma tetapi memiliki bonggol/ tandan yang sangat besar buahnya berwarna merah tua ketika masih muda dan berubah warnanya menjadi kuning kemerah-merahan ketika sudah matang. Matang tidaknya buah sawit dapat dilihat ketika dibawah pohonya sudah banyak buah yang jatuh, berarti kelapa sawit tersebut sudah matang dan siap dipanen.
Tiba-tiba kulihat seekor biyawak ukuranya sangat besar mungkin sama besarnya dengan anak berusia 5 tahun. Aku sangat kaget dan terus memandangi biawak tersebut yang hampir tertabrak hi-Lux yang kami tumpangi. Tapi biawak tersebut cepat menghindar sambil lari ke parit di samping jalan. Mobil pun agak terseok-seok karena menghindari biawak tersebut karena dalam keadaan kecepatan tinggi sekitar 70 km/jam kulihat dalam speedometer.
Tiba-tiba kami berhenti di sebuah puncak bukit ku memandang jauh kedepan, terlihat hamparan sawit yang berwarna hijau kehitam hitaman pertanda waktu semakin menjelang malam. Kulihat jam handphoneku menunjukan pukul 17.00. cikgu budi menerima telepon entah dari siapa sepertinya tidak terhubung. Sinyal dalam handphon ku pun raib tidak ada yang saat itu aku ganti nomor As ku dengan No produk Malaysia yaitu Maxis. Aku terlanjur membeli produk ini karena waktu itu aku akan ditempatkan di ladang Mostyn yang menurut senior PNS disana bagus menggunakan kartu Maxis. Terutama dia ada kerjasama dengan salah satu produk celluler Indonesia yaitu kartu As, Istriku di Indonesia memakai kartu As. Pak musnedi pun tidak menegetahui  bahwa maksis bagus karena sejak datang ke Hwa Li 3 beliau menggunakan produk Cellcom, Di Asia jadi aku coba dulu.
Cikgu budi terlihat sangat kesal karena suara ditelephonenya terputus-putus lalu dia menutup handponenya dan mengatakan kepada lawan bicaranya bahwa dia akan mengirim mesej aja. Sekarang aku tau sudah, ternyata diladang-ladang sangat kurang sekali sinyal sehingga komunikasi terhambat. Akhirnya kami pun berangkat melanjutkan perjalanan. 17.00 kami sampai di Ladang Melewar 2, disana sudah ada mba Quina terlihat baru datang, tas-tasnya masih menumpuk di ruang tamu. Dia tinggal sementara di rumah pekerja tapi sudah ber IC, ternyata dia adalah orang tuanya salah satu cikgu di ladang Asia. Kami bertiga masuk sebentar, di suguhi neskafe dan biscuit coklat kami mengobrol-ngobrol sejenak lalu ikut sembahyang maghrib, langsung dijamak sholat isya. Selepas itu kami pamitan pulang, kami rasa mba Quina tidak ada masalah terkait tempat tinggal karena rumahnya cukup bagus dan terbuat dari batu.
Sekitar jam 07.30 kami sampai di Asia dengan suasana malam gelap kulihat rumah tempat ku tinggal nanti ditunjukan oleh pak mus. Rumah panggung tinggi seperti tempatnya mba brigita berwarna putih nomor 05. Akhirnya kami sampai juga di tempat tujuan dengan selamat aku ditunujukan kamarku, “ya Allah, ini kamar atau kandang” suara terdengar dalam benaku. aku tersenyum saja dan memasukan koperku, tapi aku tidak tidur di kamar untuk malam itu. Aku tidur sama-sama dengan cikgu budi diruang tamu. Aku belum diperkenalkan pada pihak ladang karena pihak perusahaan tutup kantor jam 18.00 cikgu budi mengatakan bahwa ia akan memperkenalkan aku besok pagi-pagi. Setelah beres-beres aku langsung tidur, badanku terasa lelah sekali dan cape. Sekitar  6 jam perjalanan tadi buatku ingin tidur lebih cepat. Bissmillahilahaulawalakuatailla bilah “ ya Allah aku berlindung padamu, aku serahkan hidupku padamu dinegeri ini” perjalanan masih panjang, ini adalah awal dari perjalanan kehidupan menghadapi alam bebas di negeri dibawah bayu, Sabah – Malaysia.