Tabin Lodge,
sebuah tempat penginapan sederhana yang dianggap paling murah dan strategis
lokasinya menjadi posko para guru Indonesia yang di kirim ke Sabah Malaysia
untuk mendidik anak2 TKI di Perusahaan-perusahaan Kelapa sawit. Saya haris
cempaka termasuk salah satu guru tersebut, mengikuti seleksi di UPI bandung dan
akhirnya lolos tanpa terduga. Tadinya hanya diberi tahu kawan bahwa ada
perekrutan guru ke Malaysia dengan gaji 15 juta rupiah. Dengan motivasi imbalan
yang cukup besar itulah akhirnya saya ikut. Dan memang sebelumnya saya masih
bekerja serabutan.
14.00 waktu
Sabah, aku berangkat bersama dua orang patner guru baru permpuan yaitu mba Rita agustin dan maba Brigita, kami
ditempatkan di ladang sawit yang berbeda. Mba Rita ditempatkan di Ladang Harangky
sedangkan mba brigita di Ladang Melewar 1 masih satu group dengan ladang
penempatanku Ladang Asia Oil Palm 2 semuanya masuk district Kinabatangan. Pada
awalnya aku ditempatkan di Ladang Mostyn- Tawau, bersama mba Ridhatu Rohmy,
tetapi akhirnya aku ditukar dengan Mba Siti Rohmatun yang seharusnya ditempatkan
di ladang Asia Oil Palm 2. Dengan alasan bahwa Ladang Asia lebih sulit secara
geografis untuk dijangkau seorang perempuan dan Mostyn relative lebih mudah
serta memiliki fasilitas yang bagus. Dengan penjelasan dari pak dadang dan pak
Musnedi maka akhirnya aku menerimanya,” ya mudah-mudahan menjadi amal ibadah”
pikirku.
Karena tidak ada
yang menjemput dari pihak ladang, Kami bertiga di antar oleh seorang Guru
Humana yang kebetulan menjabat sebagai coordinator district Kinabatangan,
namanya adalah Budi Usman. Dia bertugas mengantarkan semua guru ke setiap
ladang dan mengkonfirmasi setiap ladang untuk menjemput para guru. Selain itu
kami juga ditemani oleh Pak Musnedi, guru senior yang lebih dulu ditempatkan di
Ladang asia, beliau juga menjabat sebagai pengelola LC Asia. Dengan Hi-Lux
warna merah milik Humana kami sampai di Ladang haranky sekitar pukul 15.30.
“akhirnya sampai juga” kata ku. Mba Brigita pun menyahut “wow, jauhnya !!!”
kami semua tertawa.
Pas datang, tak
ada penyambutan atau pun anak yang
berbaris, yang ada hanya deras hujan dan suasana sepi, sesekali ada suara
serangga dan gonggongan anjing. Kami ditunjukan sekolah disana. Ternyata sangat
luarbiasa sekali “menyedihkan” pikirku. Akhirnya aku nyeletuk “Yang sabar yach
mba”, sambil tersenyum. Mba rita pun tersenyum dengan muka polos yang sedih.
Aku merasa iba sekali. Apalagi setelah masuk ke kantor ladang, ternyata belum
ada tempat untuk beliau tinggal. Kami sempat khawatir dan cikgu Budi menyarankan
untuk ikut saja dulu ke ladang melewar di tempatnya Mba brigita, nanti setelah
ada tempat tinggal baru kembali kesini. Namun setelah mengkonfirmasi kembali
dan menunggu sebentar akhirnya ada tempat yang bisa disinggahi untuk sementara.
Cuaca masih hujan saat itu. Saya ikut serta mengantar ke rumah tersebut karena
bisa membantu menurunkan barang2. Sementara pak musnedi dan mba brigita
menunggu di dekat sekolah sambil melihat-lihat. Setelah melihat tempat
tinggalnya mba rita saya merasa lega karena rumahnya tidak seburuk yang
dibayangkan seperti sekolahnya. Rumahnya cukup bagus berbahan tembok, kalau
disabah disebut rumag batu. Akhirnya kami meninggalkan beliau sendirian disana,
sayapun menyampaikan salam “semoga betah dan bisa berkarya ya mba” begitupun
mba brigita dan yang lainnya, sambil melambaikan tangan.
Kami tinggal
berdua menuju Ladang Melewar 2, karena begitulah urutanya dari mulai yang
terjangkau dulu meskipun bukan yang terdekat. Hari masih hujan rintik-rintik,
Hi-Lux merah melaju dengan berkecepatan tinggi. Sesaat kami keluar dari ladang
haranky suasana hening sejenak, setiap orang asyik dengan dunianya
sendiri-sendiri. “ pekerjaan ini memang sebanding dengan apa yang nanti
diberikan” pikirku. Sambil membayangkan bagaimana kondisi Ladang tempat aku
ditempatkan, karakter anak-anak, dan masyarakat disana. Kata pak musnedi dan Cikgu budi Ladang asia
ini paling jauh diantara ladang haranky dan Melewar. Dalam pikiranku terlintas
kondisi geografis penuh hutan dan kelapa sawit serta tempat yang terjal serta
berbukit.
“Sangat menantang” sambil tersenyum sendiri
membayangkan pahala yang bisa ku dapat dalam pekerjaan ini. Aku tidak berhenti
bersyukur atas karunia yang diberikan Allah padaku. Itulah pikiran idealisku. “
bagai melintas pulau dunia, akhirat terpenuhi” itu pribahasa yang kupelestkan.
Aku senyum-senyum sendiri seprti orang gila, sambil memainkan handponeku yang
jadul Handphione Nokia tipe 3123, warna abu-abu campur hitam. Yang nada
deringnya mati setelah jatuh dari sakuku waktu di Indonesia. Handpone ini aku
beli di sebuah kedai cellular di pinggir jalan di daerah kecamatan rajapolah,
Harganya 150 ribu rupiah.
To be Continue...............
No comments:
Post a Comment